Ramu Kopi Satukan: Penyintas Bom Bali Berhadapan dengan Umar Patek dalam Haru

Ramu Kopi Satukan menjadi simbol perdamaian dan rekonsiliasi yang mengharukan. Dalam sebuah pertemuan yang penuh emosi, para penyintas Bom Bali 2002 berhadapan langsung dengan Umar Patek, terpidana kasus terorisme Bom Bali. Momen langka ini diselenggarakan sebagai bagian dari upaya deradikalisasi dan penyembuhan luka masa lalu, menawarkan secercah harapan bagi kedua belah pihak.

Pertemuan ini bukanlah hal yang mudah bagi para penyintas. Ingatan akan tragedi yang merenggut nyawa dan meninggalkan trauma mendalam masih membekas. Namun, dengan semangat ingin memahami dan mungkin memaafkan, mereka memberanikan diri untuk hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh BNPT ini. Ramu Kopi Satukan menjadi wadah untuk dialog yang sulit.

Umar Patek, yang kini berstatus bebas bersyarat dan menjalani program deradikalisasi, tampak menunduk haru. Ia menyampaikan penyesalannya yang mendalam atas perbuatannya di masa lalu. “Saya sangat menyesal dan meminta maaf atas semua yang telah saya lakukan. Saya berharap bisa menebus kesalahan ini,” ujarnya dengan suara bergetar.

Momen puncak dari Ramu Kopi Satukan adalah ketika para penyintas dan Umar Patek duduk bersama, berbagi cerita, dan minum kopi. Kopi, yang biasanya hanya sekadar minuman, kini menjadi medium untuk mencairkan ketegangan dan membangun jembatan komunikasi. Suasana yang awalnya canggung perlahan berubah menjadi lebih hangat.

Salah satu penyintas, yang kehilangan anggota keluarganya dalam insiden Bom Bali, mengungkapkan perasaannya. “Tidak mudah untuk berada di sini, melihat orang yang bertanggung jawab atas penderitaan kami. Tapi kami ingin mencari tahu, mencari kebenaran, dan mungkin, suatu hari nanti, menemukan kedamaian.” Ramu Kopi Satukan menjadi sarana untuk eksplorasi emosi yang kompleks.

BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) menjelaskan bahwa inisiatif ini adalah bagian dari program deradikalisasi komprehensif. Tujuannya bukan hanya mengubah pandangan para mantan narapidana terorisme, tetapi juga membantu para penyintas dalam proses penyembuhan psikologis mereka. Dialog ini adalah langkah berani menuju rekonsiliasi nasional.

Reaksi terhadap pertemuan ini beragam, namun banyak yang memuji keberanian kedua belah pihak. Bagi sebagian orang, pertemuan ini adalah bukti bahwa rekonsiliasi dan perdamaian, meskipun sulit, bukanlah hal yang mustahil. Ini adalah langkah maju dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan bebas dari ekstremisme.