Aksi anarkis seringkali diwarnai dengan tindakan kekerasan yang membahayakan, salah satunya adalah pelemparan batu atau benda keras lainnya. Fenomena ini bukan hal baru di Indonesia; dalam berbagai unjuk rasa atau kerusuhan, massa anarkis kerap kali menjadikan petugas keamanan, bahkan warga sipil di sekitar lokasi kejadian, sebagai sasaran lemparan. Dampaknya, tidak jarang korban mengalami luka-luka serius, yang menunjukkan betapa berbahayanya tindakan ini.
Tindakan pelemparan batu atau benda keras lainnya seperti botol, pecahan keramik, hingga bom molotov, secara langsung mengancam keselamatan fisik seseorang. Kepala, wajah, dan area tubuh lainnya menjadi sasaran empuk, yang dapat mengakibatkan cedera mulai dari memar, luka robek, patah tulang, gegar otak, hingga cacat permanen atau bahkan kematian. Petugas keamanan yang bertugas menjaga ketertiban dan mengamankan jalannya aksi seringkali menjadi target utama, namun tidak sedikit pula masyarakat yang kebetulan berada di lokasi ikut menjadi korban tidak bersalah.
Selain luka fisik yang kasat mata, dampak psikologis juga tidak bisa diabaikan. Korban yang mengalami pelemparan mungkin akan mengalami trauma, ketakutan, atau kecemasan jangka panjang. Lingkungan sosial juga terganggu; masyarakat menjadi enggan untuk beraktivitas di area yang rawan kerusuhan, dan rasa saling percaya antarwarga bisa terkikis. Insiden pelemparan benda keras ini tidak hanya menciptakan kekacauan sesaat, tetapi juga meninggalkan jejak ketakutan dan ketidakamanan di benak banyak orang.
Fenomena ini juga mencerminkan pudarnya nilai-nilai tertib sosial dan penghormatan terhadap hukum. Ketika massa merasa dibenarkan untuk menggunakan kekerasan, termasuk pelemparan benda keras, maka batasan antara ekspresi pendapat dan tindakan kriminal menjadi kabur. Hal ini berpotensi merusak sendi-sendi demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. Penting untuk dipahami bahwa kebebasan berpendapat tidak boleh dibalut dengan tindakan kekerasan yang membahayakan orang lain. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat di Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mengatasi masalah ini. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pelemparan harus dilakukan untuk memberikan efek jera. Di sisi lain, diperlukan upaya edukasi dan dialog yang lebih intensif untuk menanamkan kesadaran bahwa kekerasan, dalam bentuk apapun, tidak akan menyelesaikan masalah. Membangun budaya damai dan berpegang pada koridor hukum dalam menyampaikan aspirasi adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang aman dan harmonis, bebas dari ancaman pelemparan batu dan tindak kekerasan lainnya.