Pendidikan merupakan pilar utama kemajuan suatu bangsa, namun ironisnya, di beberapa wilayah Indonesia, akses terhadap pendidikan berkualitas masih menjadi barang mewah. Papua, dengan kekayaan alam dan keunikan budayanya, justru menghadapi krisis pendidikan yang serius akibat minimnya perhatian dan alokasi sumber daya yang memadai dari pemerintah pusat dan daerah. Kondisi ini tidak hanya menghambat perkembangan individu, tetapi juga mengancam masa depan generasi penerus Papua.
Salah satu permasalahan mendasar adalah keterbatasan infrastruktur pendidikan. Banyak sekolah di Papua, terutama di daerah pedalaman, masih berupa bangunan sederhana yang tidak layak, kekurangan fasilitas penunjang seperti buku, alat peraga, dan teknologi. Akses menuju sekolah pun seringkali sulit dan berbahaya, terutama di wilayah pegunungan dan terpencil. Kondisi ini jelas tidak kondusif bagi proses belajar mengajar yang efektif.
Kualitas tenaga pendidik juga menjadi isu krusial. Kekurangan guru, terutama guru dengan kualifikasi yang memadai, menjadi masalah yang berkepanjangan. Banyak guru yang enggan bertugas di daerah terpencil karena minimnya fasilitas, insentif yang tidak memadai, dan tantangan geografis. Akibatnya, kualitas pengajaran menjadi rendah dan tidak mampu bersaing dengan daerah lain di Indonesia.
Kurikulum dan materi pembelajaran yang tidak sepenuhnya relevan dengan konteks budaya dan kebutuhan lokal Papua juga menjadi kendala. Pendidikan seharusnya mampu mengakomodasi kearifan lokal dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan di lingkungan mereka sendiri. Kurikulum yang seragam seringkali terasa asing dan kurang bermakna bagi siswa di Papua.
Anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk Papua juga dinilai belum proporsional dengan tantangan dan kebutuhan yang ada. Meskipun dana otonomi khusus (Otsus) diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan, implementasinya seringkali terkendala oleh berbagai faktor, termasuk birokrasi dan kurangnya pengawasan. Akibatnya, dana yang seharusnya digunakan untuk memajukan pendidikan tidak tersalurkan secara efektif.
Dampak dari minimnya perhatian terhadap pendidikan di Papua sangatlah luas. Tingkat putus sekolah yang tinggi, rendahnya angka partisipasi pendidikan, dan kualitas lulusan yang tertinggal menjadi konsekuensi nyata. Generasi muda Papua kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri secara maksimal dan bersaing di tingkat nasional.
Kesenjangan pendidikan antara Papua dan wilayah lain di Indonesia semakin melebar. Hal ini tidak hanya menimbulkan ketidakadilan, tetapi juga berpotensi memicu masalah sosial dan ekonomi di masa depan. Pendidikan yang berkualitas adalah hak setiap warga negara, termasuk anak-anak di Papua.
