Indonesia sedang menghadapi tantangan serius berupa Darurat Stunting, sebuah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting bukan sekadar masalah tinggi badan, melainkan ancaman terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan, karena berdampak permanen pada perkembangan kognitif dan fisik anak. Untuk memerangi ancaman laten ini, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) kini berada di garda terdepan dengan menerapkan strategi “jemput bola” yang lebih agresif dan terintegrasi, meninggalkan metode pasif yang hanya menunggu kedatangan ibu dan balita. Langkah revolusioner ini krusial demi memastikan setiap anak memperoleh intervensi gizi yang tepat waktu, sebuah fondasi penting bagi Kemandirian Finansial keluarga di masa mendatang.
Program jemput bola ini secara resmi diluncurkan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota melalui surat edaran tertanggal 1 Oktober 2024. Sasaran utamanya adalah menargetkan area-area dengan tingkat kasus stunting tertinggi yang diidentifikasi dari e-PPGBM (Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat). Salah satu Posyandu yang menjadi percontohan adalah Posyandu Mawar 3 di kawasan Padat Karya. Kepala Puskesmas Pembantu (Pustu) setempat, Bidan Retno Wulandari, Amd. Keb., menjelaskan bahwa timnya kini secara rutin mendatangi rumah-rumah yang memiliki balita dengan risiko gizi buruk. “Setiap hari Selasa dan Kamis, mulai pukul 09.00 hingga 12.00 WIB, tim kami yang terdiri dari dua bidan dan tiga kader akan melakukan penimbangan, pengukuran lingkar kepala, dan memberikan edukasi gizi langsung ke rumah. Kami juga membawa paket Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal berbasis protein hewani,” ujar Bidan Retno.
Upaya ini terbukti mendesak mengingat data terbaru menunjukkan bahwa meski secara nasional angka stunting menurun, masih ada kantong-kantong wilayah tertentu yang mengalami peningkatan kasus baru. Pada laporan Dinkes per akhir September 2024, tercatat 150 kasus balita baru terindikasi stunting dalam satu kuartal terakhir. Kondisi Darurat Stunting ini dipicu oleh rendahnya pengetahuan ibu tentang pentingnya gizi selama kehamilan dan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang tidak tepat. Selain itu, akses air bersih dan sanitasi yang buruk di beberapa permukiman juga menjadi faktor penyerta yang signifikan.
Untuk memperkuat implementasi program, pihak kepolisian setempat melalui Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), Aiptu Susilo, turut berperan aktif. Aiptu Susilo tidak hanya membantu pengamanan saat tim Posyandu turun ke lapangan, tetapi juga memfasilitasi koordinasi dengan tokoh masyarakat dan RT/RW untuk memastikan semua keluarga kooperatif. “Kami membantu mengedukasi warga tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan, yang merupakan prasyarat mutlak untuk menanggulangi Darurat Stunting,” jelas Aiptu Susilo pada hari kunjungannya, Rabu, 9 Oktober 2024. Sinergi lintas sektoral ini menunjukkan komitmen serius pemerintah dan aparat untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan tumbuh kembang optimal. Dengan mengatasi masalah gizi buruk sejak dini, kita secara langsung berinvestasi pada kecerdasan dan produktivitas generasi penerus, kunci utama dalam mewujudkan Kemandirian Finansial di masa depan.
